Anime Comments Pictures

Superman

Sabtu, 21 September 2013

Ilmu komunikasi pilihan Allah untukku #bridging course



Awal semester pertama di kelas 12, aku dan teman-teman di sibukkan dengan pilihan jurusan untuk menambatkan kapal kehidupaan selanjutnya. Kemudian ada seorang guru bidang ekonomi menyuruh kami untuk melaksanakan sholat istikhoroh. Solat memohon yang terbaik diantara dua pilihan. Meski saat itu aku belum diantara dua pilihan, namun aku tetap berusaha untuk selalu melaksanakan saran dari guruku tersebut. Pikirku sederhana, mungkin dengan jalan ini Allah akan menunjukkan jalan yang terbaik untukku.
Hari terakhir pendaftaran SNMPTN aku baru memutuskan untuk memilih jurusan setelah berdiskusi panjang dengan orang tua dan guru-guruku. Meski belum ada hasilnya namun aku yakin di luar sana masih banyak teman-teman yang nilai raportnya lebih tinggi daripada aku. Mungkin perasaan ini dipengaruhi oleh kegagalan yang bertubi-tubi di sepanjang masa putih abu. Gagal olimpiade, gagal menjadi juara angkatan, dan hampir atau bahkan selalu gagal di setiap ajang lomba. Kebiasaan gagal ini menjadikan aku untuk menyiapkan diri untuk kalah.
“Seorang pemenang tidak hanya siap menang namun juga siap kalah”.
Sekolahku mewajibkan setiap siswanya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, jika ada kendala berupa dana maka guru-guru dan teman-teman siap untuk membantu meringankan. Hal ini melatih tanggung jawab setiap siswanya, karena setiap siswa mendapatkan beasiswa penuh dari Kementrian Agama. Cara mewujudkan target sekolah tersebut ialah dengan bimbingan SBMPTN seusai UN.
Selama masa bimbingan SBMPTN, kami juga memanfaatkan waktu ini untuk berkonsultasi dengan guru. Hari pertama bimbingan seluruh teman di kelasku telah menentukkan pilihan jurusan. Aku baru menentukan dua pilihan yang telah di setujui oleh orangtuaku. Hubungan Internasional dan Sastra Inggris. Hari itu juga aku menelpon ibuku, beliau sempat berpesan untuk memasuki dunia seperti kakakku. Ilmu komunikasi.
Sepekan kemudian, ketika kembali mendapatkan pertanyaan yang sama dari guruku. Aku dengan lantang menjawab Ilmu Komunikasi, kemudian secara spontan guruku terheran-heran.
Akhirnya dengan ridho orangtua dan guru, aku memilih ilmu komunikasi UGM. Aku sendiri seperti orang yang tak normal, memilih UGM : HI, Ilmu Komunikasi, dan Sastra Inggris. Pilihan yang termasuk nekat.
“Allah memberikan sesuatu kepada orang yang pantas dan bukan kepada orang yang menginginkannya”. Berdasarkan kata-kata tersebut aku pun berjuang melebihi perjuangan teman-teman yang lain.
Rerata temanku telah optimis di undangan, akhirnya hanya segelintir orang yang masih berkutat dengan buku-buku, termasuk aku. Ketika teman yang lain sibuk bertanya mengenai  wisuda, aku sibuk bertanya soal kepada teman yang lebih pandai. Ketika yang lain sibuk menonton film bersama, aku tetap di asrama sendirian sibuk berkutat dengan soal-soal. Mataku harus tetap terbuka saat teman-temanku sibuk bermimpi, karena aku yakin aku akan lebih dahulu mewujudkan impianku.
Keluar ruangan ujian SBMPTN beberapa orang langsung berkalkulasi, beberapa mengeluh karena tingkat kesulitan soalnya, namun aku tetap dengan muka datar keluar ruangan. Sekali lagi ini dampak dari seringnya kegagalan.
Aku sudah pasrah terlebih dahulu saat membuka pengumuman SBMPTN, aku sangat terkejut saat dinyatakan diterima di Ilmu Komunikasi. Tentu saja orangtuaku yang paling bahagia, guruku tentu yang paling heran.
Akupun berpikir bahwa Ilmu Komunikasi adalah pilihan Allah untukku. Aku bersyukur di sini aku dapat belajar fotografi, menulis, dan tentu saja berbicara sarat makna, serta mendapatkan keluarga baru. Saat teman-temanku masih menjadikan Ilmu Komunikasi UGM sebagai mimpi mereka, aku telah mewujudkannya.

Selasa, 17 September 2013

bersama melangkahkan kaki

Merantau, bukanlah hal yang mudah. menjadi pendatang di tuan rumah. Inilah yang ku lakukan, di sebuah kota yang ada di Sulawesi Utara. Gorontalo tepatnya. Di sinilah aku menghabiskan masa putih-abu. Di bawah perbukitan Moutong.

ini nih salah satu pemandangan di perbukitan Moutong pagi hari  



Di sana aku menemukan keluarga baru, yang saling bahu-membahu. Sistem SKS yang pertama kali dijalankan di angkatan ku menjadikan kami saling membantu. Ini adalah hal sederhana namun, ini yang menjadikan sekolahku nggak ada duanya.

Dimana lagi, sekolah nggak berbasis pondok yang menganjurkan siswanya buat hafalin Qur'an, ngasih waktu banyak buat ngerjain sholat dhuha.

.

siswa yang biasa-biasa

kegagalan bukan hal yang asing dalam hidupku, gagal dalam berbagai macam termasuk mencapai target-target. diremehkan, dimarahi di depan umum pernah kualami. rasa takut menghantui perjalanan hidupku. Namun, aku masih ingat jelas keinginan orang tua ku agar aku bisa menjadi bagian pelajar di UGM, universitas yang bagiku sangat tinggi jangkauannya. untuk ukuran anak seperti ku.

Ridho Allah ada pada ridho orangtua. inilah yang membuatku berani untuk memilih UGM. dengan bismillah maka aku mencobanya. gagal di undangan tidak membuat orangtuaku mengurungkan niat, ini menjadi PR besar bagiku.

Aku anak asli Yogyakarta, lahir di sleman. kemudian MTs di kota Yogyakarta. melanjutkan MAN di Gorontalo. Bukan karena orangtuaku pindah tugas atau apa, lebih karena di Gorontalo ada ridho dari ayah dan ibuku. jarak yang jauh, mengajarkan banyak hal, menjadikan aku bertemu dengan saudara-saudara baru.

di bawah bukit Moutong, kami belajar menjelajah dunia. Mengenal sesuatu yang awam. Mulai dari jam 06.25 kami telah berbaur dengan buku-buku hingga pukul 15.15 tak jarang hingga pukul 17.00 . di sinilah aku menemukan pelajaran agama yang beriring dengan umumnya. Kami menghafal Al Qur'an, dan kami juga mendalami olimpiade. Bersama guru-guru yang berkompeten kami di bimbing hingga menjadi juara. bersama ratusan anak dari Medan hingga Ternate aku belajar banyak mengenai hidup dan kehidupan.

Di sini kami tidak ikut bimbel sebagaimana teman-teman yang lain. murni kami dilatih dan diarahkan oleh guru-guru kami. yang tidak hanya memberi ilmu di bidangnya, namun juga ilmu untuk menjalani hidup. Selepas Ujian Nasional yang sempat tertunda, kami kembali duduk untuk menyelesaikan soal-soal SBMPTN.

Di saat beberapa teman berhasil lolos undangan, aku gagal. Saat itulah aku merasakan bahwa aku harus melakukan banyak hal. Ketika teman yang lain nonton film, aku duduk dan belajar. Ketika teman yang lain sibuk bercengkrama aku sibuk mengotak atik angka, ketika yang lain sibuk bermimpi aku terjaga untuk terus berusaha menyelesaikan soal-soal.

Ketika mereka tahu aku dipilih untuk melanjutkan di UGM, mereka heran, bingung. Begitu banyak yang lebih tinggi rangkingnya diatasku, lebih banyak yang nilainya lebih baik daripada aku, namun mereka gagal....

aku siswa yang biasa-biasa tidak ingin menjadi luar biasa, karena aku hanya perlu menjadi berbeda.