Anime Comments Pictures

Superman

Selasa, 19 November 2013

Review buku Peradan II karya Larry Gonick (seikhlasnya)

saya bukan seorang penikmat atau maniak komik. namun, saat masuk kelas Cak Budhi yang menyarankan untuk membaca buku yang berjudul Peradaban karya Larry Gonick, menjadikan saya penasaran. seperti apa buku yang direkomendasikan oleh dosen langsung. akhirnya setelah pencarian yang cukup panjang dan melelahkan, saya mendapatkan buku "Kartun Riwayat Peradaban" karya Larry Gonick yang diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) tahun 2006. judul aslinya ialah "The Cartoon History of the Universe". tapi dari ketiga buku seri Peradaban, saya baru membaca buku ke duanya.

Judul          : Kartun Riwayat Peradaban Dari Berseminya Cina Hingga Rontoknya Romawi
Judul Asli   : The Cartoon History Of The Universe II
Penulis       : Larry Gonick
Penerjemah: Frans Kowa, Damaring Tyas Wulandari Palar
Halaman    : VII + 308
ISBN 13   : 978-979-91-0054-2 

Larry Gonick merupakan lulusan jurusan Matematika dari Harvard College dengan hasil Summa Cum Laude, namun pada kenyataannya ia menjadi seorang kartunis handal. tidak hanya buku mengenai peradaban, sebelumnya telah terbit buku-buku karya Larry Gonick seperti "Kartun Fisika", "Kartun Biologi", dan yang lainnya. meski menjadi seorang kartunis, latar belakang yang serius menjadikan hasil karya Larry Gonick lekat dengan  daftar pustaka dan referensi yang terpercaya.

tidak hanya menyajikan kartun yang edukatif, namun Larry Gonick juga berhasil menyajikan kartun yang kritis dan berisi. meski terkadang, Larry Gonick menyisipi adegan-adegan yang mengundang gelak tawa. seperti untuk mengantarkan pembaca, Larry Gonick menggambarkan seorang Professor yang berambut acak-acakan dan siap mengatarkan ke petualangan di buku tersebut.

walaupun bersifat kartun, buku ini tidak dianjurkan untuk anak-anak, dikarenakan di dalamnya banyak adegan kekerasan, pembantaian, pembunuhan, permusuhan antar saudara, dan yang lainnya. 

buku ini dapat menjadi solusi, untuk mereka yang menjadikan pelajaran sejarah sebagai momok yang sangat menakutkan. karena ternyata Larry Gonick berhasil mengemas sejarah dengan baik dengan menjadikannya sebagai komik. 


Senin, 18 November 2013

Review Film Tanah Surga Katanya

1
Judul
:
Tanah Surga Katanya
2
Produksi
:
Citra Sinema
3
Tahun
:
2012
4
Sutradara
:
Herwin Novianto
6
Pemain
:
Osa Aji Santoso,  Fuad Idris, Ence Bagus, Astri Nurdin, Tissa Biani Azzahra, Norman Akyuwen, Ringgo Agus Rahman, Deddy Mizwar.
 




Kehidupan masyarakat wilayah Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan Malaysia berhasil dengan apik tergambarkan dalam film besutan Herwin Novianto dan diproduseri oleh Deddy Mizwar bersama Gatot Brajamusti.
Bukan lautan hanya kolam susu, katenye/ Tapi, kata kakekku hanya orang-orang kaya yang bisa minum susu/ Kail dan jala cukup menghidupimu, katenye/ Tapi, kata kakekku ikan-ikan kite dicuri oleh banyak negara/ Tiada badai dan topan kau temui, katenye/ Tapi kenape ayahku tertiup angin ke Malaysia/ Ikan dan udang menghampiri dirimu, katenye/ Tapi kata kakek awas! ada udang di balik batu/ Orang bilang tanah kite tanah surga tongkat kayu dan batu jadi tanaman, katenye/ Tapi, kata Dokter Intel belum semua rakyatnya sejahtera banyak pejabat yang menjual kayu dan batu untuk membuat surganya sendiri
  Puisi yang dibacakan oleh Salman (Osa Aji Santoso), merupakan salah satu pesan yang ingin disampaikan Herwin Novianto kepada penonton. Selain itu, kepiawaian acting para pemainnya, disertai alur cerita yang runtut, dan diiringi lagu yang sesuai menjadikan pesan yang terdapat di film ini mengena di hati penonton.
Tidak hanya menyajikan kecintaan seorang kakek Hasyim (Fuad Idris) terhadap bangsanya Indonesia yang ia tularkan kepada cucunya Salman dan Salina (Tissa Biani Azahra), namun film ini juga menyuguhkan kritik sosial, pendidikan, dan kesehatan.
Meski bukan satu-satunya film yang mengusung tema kecintaan terhadap tanah air, film ini berhasil menyuguhkan risiko hidup di daerah perbatasan. Kewarganegaraan yang dengan mudah ditukar demi masa depan yang lebih menjanjikan. Selain itu, melalui film ini, penonton juga diajak untuk merasakan hidup di daerah yang jauh dari fasilitas sarana dan prasarana, kedatangan Kepala Daerah yang diperankan oleh Deddy Mizwar, disambut dengan sederhana, bahkan ketika akan pulang, sang pengemudi kapal dengan santai menyuruh kepala daerah untuk menunggu esok atau jalan kaki saja. Tindakan yang mungkin tidak ditemui di wilayah lain.
Sayangnya, film ini masih memiliki kesamaan dengan film-film sebelumnya, seperti Naga Bonar Jadi 2, Alangkah Lucunya Negri Ini, ketiga-tiganya menunjukkan kecintaan terhadap negri dengan mengadakan upacara bendera, berdiri tegap dan menghormati bendera yang berkibar di atas sana. Muncul pertanyaan apakah mencintai negri ini hanya dengan sekedar menghormati benderanya? Apa cukup dengan mengikuti upacara setiap hari Senin? Sebagai warganegara yang memiliki hak asasi, tentunya setiap masyarakat memiliki standard yang berbeda-beda dalam mewujudkan kecintaan terhadap negrinya.
Secara keseluruhan, film ini telah menunjukkan aspek kehidupan masyarakat dengan segala kepolosannya. Dalam film ini, pemain tidak hanya bermain dengan kata-kata, namun mereka juga berbicara dalam setiap tingkah, bahkan lirikan mata.

Melalui film ini, penonton dapat belajar bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia belumlah terwujud. Oleh karena itu, ini bukan hanya menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah, namun juga merupakan pekerjaan rumah untuk seluruh masyarakat Indonesia.