1
|
Judul
|
:
|
Tanah Surga Katanya
|
2
|
Produksi
|
:
|
Citra Sinema
|
3
|
Tahun
|
:
|
2012
|
4
|
Sutradara
|
:
|
Herwin Novianto
|
6
|
Pemain
|
:
|
Osa Aji Santoso, Fuad Idris, Ence Bagus, Astri Nurdin, Tissa
Biani Azzahra, Norman Akyuwen,
Ringgo Agus Rahman, Deddy Mizwar.
|
Kehidupan
masyarakat wilayah Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan Malaysia
berhasil dengan apik tergambarkan dalam film besutan Herwin Novianto dan
diproduseri oleh Deddy Mizwar bersama Gatot Brajamusti.
Bukan lautan hanya kolam susu, katenye/ Tapi,
kata kakekku hanya orang-orang kaya yang bisa minum susu/ Kail dan jala cukup
menghidupimu, katenye/ Tapi, kata kakekku ikan-ikan kite dicuri oleh banyak
negara/ Tiada badai dan topan kau temui, katenye/ Tapi kenape ayahku tertiup
angin ke Malaysia/ Ikan dan udang menghampiri dirimu, katenye/ Tapi kata kakek
awas! ada udang di balik batu/ Orang bilang tanah kite tanah surga tongkat kayu
dan batu jadi tanaman, katenye/ Tapi, kata Dokter Intel belum semua rakyatnya
sejahtera banyak pejabat yang menjual kayu dan batu untuk membuat surganya
sendiri
Puisi yang
dibacakan oleh Salman (Osa Aji Santoso), merupakan salah satu pesan yang ingin
disampaikan Herwin Novianto kepada penonton. Selain itu, kepiawaian acting para pemainnya, disertai alur
cerita yang runtut, dan diiringi lagu yang sesuai menjadikan pesan yang
terdapat di film ini mengena di hati penonton.
Tidak
hanya menyajikan kecintaan seorang kakek Hasyim (Fuad Idris) terhadap bangsanya Indonesia
yang ia tularkan kepada cucunya Salman dan Salina (Tissa Biani Azahra), namun
film ini juga menyuguhkan kritik sosial, pendidikan, dan kesehatan.
Meski bukan satu-satunya film yang mengusung tema kecintaan terhadap tanah
air, film ini berhasil menyuguhkan risiko hidup di daerah perbatasan. Kewarganegaraan
yang dengan mudah ditukar demi masa depan yang lebih menjanjikan. Selain itu,
melalui film ini, penonton juga diajak untuk merasakan hidup di daerah yang
jauh dari fasilitas sarana dan prasarana, kedatangan Kepala Daerah yang
diperankan oleh Deddy Mizwar, disambut dengan sederhana, bahkan ketika akan
pulang, sang pengemudi kapal dengan santai menyuruh kepala daerah untuk
menunggu esok atau jalan kaki saja. Tindakan yang mungkin tidak ditemui di
wilayah lain.
Sayangnya, film ini masih memiliki kesamaan dengan film-film sebelumnya,
seperti Naga Bonar Jadi 2, Alangkah Lucunya Negri Ini, ketiga-tiganya
menunjukkan kecintaan terhadap negri dengan mengadakan upacara bendera, berdiri
tegap dan menghormati bendera yang berkibar di atas sana. Muncul pertanyaan
apakah mencintai negri ini hanya dengan sekedar menghormati benderanya? Apa cukup
dengan mengikuti upacara setiap hari Senin? Sebagai warganegara yang memiliki
hak asasi, tentunya setiap masyarakat memiliki standard yang berbeda-beda dalam
mewujudkan kecintaan terhadap negrinya.
Secara keseluruhan, film ini telah menunjukkan aspek kehidupan masyarakat
dengan segala kepolosannya. Dalam film ini, pemain tidak hanya bermain dengan
kata-kata, namun mereka juga berbicara dalam setiap tingkah, bahkan lirikan
mata.
Melalui
film ini, penonton dapat belajar bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
belumlah terwujud. Oleh karena itu, ini bukan hanya menjadi pekerjaan rumah
bagi pemerintah, namun juga merupakan pekerjaan rumah untuk seluruh masyarakat
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar